Senin, 17 Agustus 2009

Bedhaya Ketawang


Pada saat Tingalan Jumenengan Dalem atau hari penobatan raja di Keraton Kasunanan Surakarta, tari Bedhaya Ketawang selalu dipentaskan. Tari Bedaya yang dibawakan sembilan orang penari yang masih suci ini selalu dipertunjukkan bertepatan dengan hari peringatan penobatan raja.
Tari Bedhaya Ketawang juga dipentaskan saat Tingalan Jumenengan Dalem Sri Susuhunan Paku Buwana XIII Hangabehi, akhir Juli lalu.


Busana tari Bedhaya Ketawang yang menggunakan Dodot Ageng dengan motif Banguntulak aras-arasan menjadikan penarinya terasa anggun.
Demikian pula dengan gamelan yang mengiringinya yaitu gamelan Kiai Kaduk Manis dan Kiai Manis Renggo membawa daya mistis yang sukar untuk dilukiskan. Konon penciptaan tari Bedhaya Ketawang tersebut tidak lepas dari andil Kanjeng Ratu Kidul, penguasa Laut Selatan. Menurut GPH Puger, tari Bedaya Ketawang dibuat oleh Sultan Agung Anyakrakusuma (cucu Penembahan Senapati, raja pertama Mataram). “Tari Bedhaya Ketawang menggambarkan kisah pertemuan kakeknya (Panembahan Senopati) dengan Kanjeng Ratu Kidul saat bersemedi di laut selatan hingga melakukan perjanjian sakral antara Kanjeng Ratu Kidul dan raja pertama Tanah Jawa, yang tidak dapat dilanggar oleh penerusnya,” kata Puger.
Selain itu tari Bedhaya Ketawang juga menggambarkan pertemuan dirinya dengan Kanjeng Ratu Kidul saat bersemedi hingga terciptalah gending ketawang dan tari Bedhaya Ketawang, lanjut Puger.
“Hingga sekarang perjanjian sakral dengan Kanjeng Ratu Kidul tersebut masih berlaku. Jika pun ada anggapan perjanjian tersebut gugur karena ucapan spontan PB X saat terpeleset waktu pertemuan dengan Kanjeng Ratu Kidul di Sangga Buana, itu belum kuat karena belum jelas,” kata Puger. Yang pasti, Kanjeng Ratu Kidul punya kewajiban untuk ikut memberikan pengayoman pada keraton. “Yang jelas ada kekuatan lahiriah dan kekuatan di luar itu dan dalam realita itu bisa terjadi karena ada garis dari Panembahan Senopati, raja pertama yang membuat perjanjian sakral dengan Kanjeng Ratu Kidul,” lanjutnya.
Menurut Puger, jika Mataram ditopang oleh Kanjeng Ratu Kidul itu bukan hal yang menyimpang dari tuntunan tapi tetap bertolak dari titik yang paling hakiki. Apalagi, konon saat Penembahan Senopati melakukan semedi di laut selatan juga dikawal oleh Sunan Kalijaga.
GPH Puger juga menambahkan tari Bedhaya Ketawang sampai sekarang dasar gerakannya masih asli dan penarinya menggunakan aras-arasan berwarna hijau.Dia juga menjelaskan para penari Bedhaya Ketawang dipilih penari yang belum menikah dan masih suci sebagai bentuk penghormatan terhadap pertemuan pertemuan Kanjeng Ratu Kidul dengan Penembahan Senopati dalam persembahan suci.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ada Komentar????